Pengertian, Hukum dan Macam-Macam Talak Menurut Islam

 Pengertian, Hukum dan Macam-Macam Talak

Fasal menjelaskan hukum-hukum talak.

Talak secara bahasa adalah melepas ikatan. Dan secara syara’ adalah nama perbuatan untuk melepas ikatan pernikahan.

Untuk terlaksananya talak, maka disyaratkan harus dilakukan oleh suami yang mukallaf dan atas kemauan sendiriُ

Sedangkan orang yang sedang mabuk, maka talak yang dilakukannya tetap sah karena sebagai hukuman baginya.ُ

Macam-Macam Talak

Talak ada dua macam, talak sharih dan kinayah.

Talak sharih adalah talak menggunakan bahasa yang tidak mungkin diarahkan pada selain talak.

Sedangkan talak kinayah adalah talak menggunakan bahasa yang memungkinkan diarahkan pada selain talak.

Seandainya sang suami mengucapkan bahasa talak yang sharih dan dia berkata, “aku tidak menghendaki bahasa tersebut untuk mentalak”, maka kata-katanya ini tidak bisa diterima.

Talak Sharih

Talak sharih ada tiga lafadz.

Yaitu lafadz “talak” dan lafadz-lafadz yang dicetak dari lafadz tersebut, seperti “saya mentalakmu”, “kamu orang yang tertalak”, dan “kamu orang yang ditalak.”

Lafadz “al firaq” dan lafadz “as sarah”, seperti “faraqtuki”, “wa anti mufaraqatun”, “sarahtuki”, dan “anti musarrahatun.”

Di antara bentuk kalimat talak yang sharih adalah khulu’ yang disertai dengan penyebutan harta yang dijadikan sebagai iwadl. Begitu juga lafadz “al mufadah (tebusan).”

Bentuk talak yang sharih tidak butuh pada niat.

Dikecualikan orang yang dipaksa melakukan talak, maka bentuk kalimat talak sharih yang ia lakukan menjadi bentuk talak kinayah. Jika ia niat menjatuhkan talak, maka jatuh talak. Dan jika tidak niat mentalak, maka tidak jatuh talak.

Talak Kinayah

Kinayah adalah bentuk lafadz yang memungkinkan diarahkan pada talak dan juga pada selain talak, dan butuh pada niat.

Sehingga, jika lafadz kinayah tersebut diniati untuk menjatuhkan talak, maka jatuh talak. Dan jika tidak niat menjatuhkan talak, maka tidak jatuh talak.

Bentuk talak kinayah adalah seperti, “anti bariyah khaliyah (engkau adalah wanita yang bebas dan sepi)”, “susullah keluargamu”, dan bentuk-bentuk lain yang ada di dalam kitab-kitab yang lebih luas penjelasannya.

Macam-Macam Wanita Dalam Talak

Wanita di dalam permasalahan talak ada dua macam :

Satu macam adalah wanita yang bila ditalak, maka talaknya bisa berstatus sunnah dan bisa berstatus bid’ah. Mereka adalah wanita-wanita yang memiliki (berusia) haidl.

Yang dikehendaki mushannif dengan talak sunnah adalah talak yang diperbolehkan, sedangkan talak bid’ah adalah talak yang haram.

Talak sunnah adalah talak yang dijatuhkan oleh sang suami pada istri saat masa suci yang belum dijima’ pada masa suci tersebut.

Dan talak bid’ah adalah talak yang dijatuhkan oleh sang suami pada istri saat masa haidl atau masa suci namun sudah melakukan jima’ pada masa suci tersebut.

Dan satu macam lagi adalah wanita yang bila ditalak, maka talaknya tidak berstatus sunnah juga tidak berstatus bid’ah.

Mereka adalah empat wanita, yaitu wanita yang masih kecil, wanita ayisah yaitu wanita yang sudah tidak mengeluarkan darah haidl lagi, wanita hamil, wanita yang menerima khulu’, dan wanita yang belum dijima’ oleh suaminya.

Hukum-Hukum Talak

Dengan pertimbangan yang lain, talak terbagi menjadi talak wajib seperti talak yang dilakukan oleh suami yang sumpah ila’.

Talak sunnah seperti mentalak istri yang tidak beres kelakukannya seperti berbudi jelek.

Talak makruh seperti mentalak istri yang baik keadaannya.

Talak haram seperti talak bid’ah dan sudah dijelaskan di depan.

Imam al Haramain memberi isyarah pada bentuk talak mubah dengan contoh mentalak istri yang tidak dicintai oleh suaminya dan hati sang suami tidak rela memberi nafkah tanpa ada unsur bersenang-senang dengan istri tersebut.

Sumber : kitab Fathul Qorib


Penjelasan tambahan.

Menjawab pertanyan yang masuk ke Email. Apakah sah atau tidak seorang suami menalak istrinya yang sedang hamil?

Salah seorang ulama pakar fikih Syekh Prof. Khalid Al Musyaiqih menyatakan, mentalak istri saat hamil tidak tergolong talak bid’i. Hal ini berdasarkan pada hadist yang mengatakan bahwa Nabi SAW pernah berpesan kepada Abdullah bin Umar saat dia menceraikan istrinya ketika haid:

“Rujuklah kepada istrimu yang sudah kamu cerai itu. Tetaplah bersamanya sampai dia suci dari haid, lalu haid kembali kemudian suci lagi. Setelah itu silahkan kalau kamu mau mencerainya: bisa saat istri suci sebelum kamu gauli, atau saat dia hamil,” (HR. Muslim)


Bahkan, para ulama sepakat bahwa boleh mencerai istri meskipun saat kondisinya tengah hamil. Adapun anggapan yang tersebar di tengah masyarakat awam bahwa perempuan hamil tidak sah dicerai, adalah anggapan yang keliru, dilansir Konsultasi Syariah.


Bahkan suatu talak disebut sunni saat terjadi pada dua kondisi, yakni yang dilakukan saat perempuan sedang hamil, dan dilakukan saat perempuan berada dalam kondisi suci (tidak sedang haid atau nifas), sebelum disetubuhi.

Dalil yang mendasari ini adalah firman Allah ta’ala: “Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya,” (QS At-Thalaq: 1).


Allah memerintahkan jika memang cerai adalah pilihan tepat karena menimbang maslahat yang kuat, maka lakukan cerai saat perempuan sedang berada dalam masa ‘iddah. Hamil adalah salah satu waktu iddah untuk perempuan yang dicerai, dan berakhir saat perempuan tersebut melahirkan.

Hal ini menunjukkan bahwa talak yang terjadi saat perempuan hamil, adalah talak sunni. Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan bahwa para ulama menerangkan: “Makna ayat (At-Thalaq ayat 1) di atas adalah: lakukanlah cerai saat perempuan sedang suci dan belum disetubuhi. Inilah makna mencerai perempuan saat berada dalam masa iddah, yakni mencerai istri saat suci belum disetubuhi, atau mencerainya saat sedang hamil dan telah tampak kehamilannya. Inilah yang disebut talak sunni,”.


Sebuah talak disebut talak bid’I saat dilakukan pada empat keadaan, yakni:

1. Saat perempuan sedang haid.

2. Saat nifas.

3. Saat suci namun setelah disetubuhi.

3. Talak tiga sekaligus dengan sekali ucapan.

Jadi, mencerai saat istri sedang hamil, jika karena pertimbangan maslahat yang kuat, hukumnya boleh dan sah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Hal Yang Disukai Oleh Allah, Rasulullah, Jibril dan Sahabat Khulafaur Rasyidin